Cinta Satu Malam

Oneshot with original characters.
Pairing : Raditya x Andhika
Rated : NC17
Note : ini bukan fanfiction. Ini hasil renungan Natsu di kereta, gara-gara Natsu harus duduk manis di samping ibuknya, sementara ada cowok ganteng duduk di samping bapaknya. Selamat menikmati.

Sabtu pagi. Aku melirik jam di pergelangan tanganku, anjrit…15 menit menjelang jam 7, dan aku masih di Bunderan HI. Dengan panik aku meminta supir taxi untuk mempercepat laju kendaraannya,
“Pak, ngebut ke Gambir dong. Kereta saya jam 7.15 nih…ya pak, pliiiiis.”
Dengan santainya pak supir menjawab,
“Lha…masnya tadi nggak ngomong keretanya jam 7”, dan langsung menginjak pedal gas, menjalankan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Bahkan larangan belok kanan di bunderan dekat Monas pun diterobosnya, aku hanya berdoa semoga tidak ada polisi yang menilang kami. Huuuuft, save. Taksiku pun sampai dengan selamat di drop zone stasiun Gambir tepat jam 7. Aku segera membayarnya tanpa meminta uang kembalian, turun, dan menurunkan ranselku dari bagasi. Tentu saja aku tidak lupa mengucapkan terima kasih.

Syit. Aku kan, masih harus mencetak tiket. Setengah berlari aku menghampiri mesin cetak tiket, memasukkan kode booking, dan memperhatikannya dicetak. Done. Aku berlari lagi menuju pintu masuk. Petugas peron yang memeriksa tiket dan KTPku memintaku untuk segera naik ke jalur 1 karena sudah jam 7 lewat 10. Nggak usah diminta aku juga bakal lari. Dua eskalator kulewati dengan berlari, dan akhirnya aku tiba juga di jalur 1. Gerbong 3 mana, gerbong 3? Hup, ini dia. Aku segera melompat memasuki pintu gerbong. Kepala stasiun sudah berkoar-koar mengumumkan bahwa kereta akan berangkat. Ini semua karena aku tidur terlalu malam, sehingga aku bangun kesiangan.

It’s okay, yang penting aku sudah di dalam gerbong dan tinggal mencari kursiku. Kemarin aku memilih kursi nomor 6A, dekat jendela. Ketika aku sampai di nomor kursiku, seorang cowok rupanya sudah menempati kursi dekat jendela. Aku tidak ingin berdebat, hanya rasanya nggak bener banget, udah pilih nomor kursi tapi tetap diduduki orang lain. Percuma dong. Setuju nggak?
“Maaf mas, nomor kursi saya 6A. Harusnya saya yang duduk di situ.”
Dia mengangkat wajahnya, yang langsung disambut teriakan dalam hatiku, buseeet…ini cowok ganteng amat. Ganteng-ganteng Sunda gitu. Kulit wajahnya putih, meskipun ada sedikit bekas jerawat tapi tetap terlihat bersih. Jejak kumis yang baru dicukur terlihat di sana. Dia terlihat kaget, dan meminta maaf,
“Oh ya. Maaf, saya pikir kosong.”
Dia segera berdiri dan bergeser keluar. Aku menaruh ranselku di atas dan segera duduk di kursiku. Kereta sudah mulai berjalan sekarang.

Eh, belum kenal siapa aku ya? Namaku Raditya. Aku bekerja di sebuah majalah remaja terkenal di ibukota sebagai reporter. Sekarang aku harus tugas ke Semarang, meliput konser sebuah idol group cewek yang popularitasnya lagi meroket. Konsernya sih, hari Minggu besok tapi Sabtu ini mereka mengadakan meet n greet dan itu harus diliput juga. Sebenarnya aku malas meliput artis cewek, karena aku nggak suka cewek. Eh tapi, idol group ini kan, banyak penggemar cowoknya ya? Siapa tahu, ada yang bening, ganteng, dan enak dilihat gitu. You wish. Sebentar, nggak usah jauh-jauh, di sebelahku juga ada yang bening nih. Hehehe…

Aku memperhatikan dia yang sedang memainkan iPhonenya. Kepalanya tertunduk dan rambut depannya yang agak panjang jatuh menutupi dahinya. Ha, he is cute. Very cute. Kondektur yang memeriksa tiket sampai di kursi kami, dan menanyakan di mana kami akan turun. Dia menjawab turun di Semarang. Yes, tujuan kami sama. Aku pun menjawab turun di Semarang juga. Duh, aku nggak tahan, pengin ngajak ngobrol.

“Halo…turunnya di Semarang juga?”
Dia celingukan, menurunkan iPhonenya, dan menunjuk dirinya,
“Saya?”
Iya, siapa lagi? Kamu pikir ada yang lain, yang duduk di sampingku? (-_-#)
“Iya. Kamu.”
“Oh iya. Saya turun di Semarang. Anda juga?”
Buseet, bahasanya sopan begini. Kayaknya orang kaya nih, keliatan dari baju  yang dipakainya sih.
“Nggak usah terlalu formal pakai saya dan anda. Aku-kamu juga nggak pa-pa, kayaknya kita seumuran. Iya, aku turun di Semarang. Oh, namaku Raditya, panggil aja Radit. Kamu?” aku mengulurkan tanganku. Dia balas mengulurkan tangannya, lalu menjabat tanganku dengan ragu-ragu, “Andhika. Dhika juga boleh.”

“Tugas ke Semarang?”, aku mulai kepo. Boleh dong kepo, cowok kayak dia sayang banget kalau nggak dikorek informasinya. Dia tertawa,
“Yaaah…begitu deh. Kamu sendiri?”
“Ada tugas liputan konser idol group di Semarang. Pernah denger JKT49?”
Aku memperhatikannya, kenapa wajahnya memerah?
“Cuma dengar namanya. Belum pernah dengar lagunya”, jawabnya.
“Aku baru kali ini meliput mereka. Suka dengan lagu-lagunya, tapi belum kenal banget dengan orang-orangnya. Jadi belajar dulu deh, sampai telat bangun”, kataku sambil mengusap-usap kepala.
Dia tersenyum,
“Kamu banyak bicara ya?”
Aku nyengir,
“Banyak yang bilang begitu sih. Jadi reporter kalau nggak banyak ngobrol, nanti nggak dapet berita.”
Dia tertawa. Tawanya khas, enak didengar.

Setelah itu, kami terlibat pembicaraan yang cukup seru, walaupun aku yang lebih banyak bercerita. Dia cerita kalau dia memang banyak jalan ke luar Jakarta untuk ketemu klien bisnis. Aku sendiri lebih banyak cerita tentang suka-duka melakukan liputan, apalagi liputan mengenai orang-orang dunia hiburan. Setelah makan siang, dia pamit tidak mengobrol dulu karena harus memantau pekerjaannya. Aku tidak keberatan, karena aku juga ingin tidur karena mengantuk. Ketika aku terbangun, kereta sudah memasuki kota Semarang dan hampir tiba di stasiun Tawang. Aku melihat Dhika sedang memasukkan laptop ke dalam tasnya. Kereta akhirnya berhenti di stasiun, Dhika mengulurkan tangannya,
“Aku duluan ya, Radit. Senang ketemu dan ngobrol denganmu.”
Aku menyambut tangannya,
“Sama-sama.”
Dia pun berlalu, dan aku baru ingat kenapa aku tidak bertukar kartu nama dengannya? Ah…sudahlah.

***

Sabtu sore. Setelah aku check-in di hotel yang sudah ditentukan kantor, aku bergegas menuju aula tempat mereka mengadakan meet n greet. Sebelum acara dimulai, semua reporter harus melapor dulu ke event organizernya. Aku bertemu dengan Herman dari EO Sunshine dan Rangga, manajer tur JKT49. Selesai urusan administrasi, aku memasuki aula dan tidak berapa lama acara meet n greet dimulai. Yah, cewek-cewek remaja ini memang cantik semua, tapi buat aku…fans cowok mereka yang hadir di meet n greet ini juga banyak yang enak dilihat. Sekali tepuk, dua lalat kena nih. Hehehe…

Selesai acara meet n greet, aku kembali ke kamar dan mulai menulis laporanku. Banyak interaksi antara JKT49 dan fans mereka yang bisa kutuangkan dalam bentuk tulisan dan foto. Jarum jam sudah menunjuk di angka 10 ketika laporanku selesai kutulis dan kukirim ke editorku lewat email. Aku ingin keluar hotel untuk mencari makan, tapi aku agak malas. Akhirnya kuputuskan untuk turun ke bar, karena restoran pasti sudah tidak melayani pesanan. Aku mau minum saja.

Di meja bar, aku memilih duduk di sudut meja, di mana aku bisa menikmati minumanku sambil mengamati pengunjung yang datang. Tiba-tiba mataku menangkap sosok yang rasanya aku kenal. Oh, Rangga. Si manajer tur yang tadi sore kutemui. Dia datang bersama seorang cowok yang…hah? Tunggu, bukannya itu Dhika? Aku menggosok-gosok kedua mataku, siapa tahu aku salah lihat. Ternyata tidak. Itu beneran Andhika, yang tadi siang mengobrol bersamaku di kereta.

Aku memperhatikan mereka berdua, secara diam-diam. Keduanya tidak menyadari kehadiranku di sana. Mereka berbicara dan menikmati minumannya. Lalu tiba-tiba Rangga mendekatkan wajahnya ke wajah Dhika, mencium bibirnya sekilas. Hah? Cium? Walaupun aku juga sering mencium teman kencanku (cowok juga), aku masih kaget juga kalau melihat sesama cowok berciuman, apalagi kalau aku mengenal keduanya. Ketika akhirnya aku melihat mereka berdua saling berpegangan tangan, aku jadi bertanya-tanya, apa hubungan antara mereka berdua? Sahabat (nggak mungkin), pacaran (entahlah), atau hanya sekedar teman kencan? Dalam hatiku, aku senang sekaligus sedih. Senang karena tahu Dhika suka dengan cowok juga, sedih karena tahu dia bersama Rangga. Akhirnya mereka berdua meninggalkan bar, sambil bergandengan tangan. Aku pun memutuskan untuk membayar minumanku dan berlalu dari situ.

Di kamar aku tidak bisa tidur. Aku penasaran dengan Andhika, dan mencoba mencari informasinya di internet. Hasilnya tentu saja mengecewakan, nama Andhika banyak dan tidak ada info yang spesifik tentangnya. Aku coba memasukkan keyword ‘Andhika + gay’ juga tidak menghasilkan apa-apa. Harus tanya ke mana? Lalu aku teringat kepada Eric, bartender di bar Queer yang biasa aku kunjungi di Jakarta. Bartender biasanya kenal dengan pelanggannya, atau kalau nggak kenal nama biasanya ingat ciri fisiknya. Sudah jam 3 pagi, Eric pasti sudah selesai bertugas. Kuambil hpku dan mencoba meneleponnya.

Tuuut…tuuut…tuuut…
“Ya ‘Dit, ngapain kamu nelpon jam segini?”
“Sorry ‘Ric, gue butuh informasi penting.”
“Informasi apaan? Tumben?”
“Elo pernah denger nama Andhika? Orangnya (aku menyebutkan ciri-ciri fisik Andhika yang masih kuingat).”
“Hmmm…kalau orang dengan ciri fisik yang kamu sebutin itu, aku tahu. Cuma namanya bukan Andhika. Kalau nggak salah, namanya Alex.”
“Alex? Elo serius ‘Ric? Bener nggak nih, kita ngomongin orang yang sama?”
“Harusnya sih, sama. Kalau kamu nggak salah nyebutin ciri-cirinya ya.”
“Kalau ketawa gini ‘Ric (aku menirukan tawa Andhika yang khas, walau nggak mirip).”
Di ujung sana Eric tertawa keras,
“Hahaha…iya itu bener dia, dodol. Cuma…Alex ituuuu, gimana ya ngomongnya?”
“Apaan ‘Ric? Ngomong cepetan..”
“Dia…teman kencan yang bisa dibayar, dan udah terkenal dengan servisnya yang jempol. Kliennya di mana-mana.”
Aku ternganga mendengar penjelasan Eric.
“Halo…Radit, kamu masih online?”
Aku menjawab dengan gugup,
“I…iya…gue masih online.”
“Kamu kenapa? Tiba-tiba nanya tentang Alex? Kamu suka dia?”
“Nggak…nggak apa-apa, cuma penasaran. Nanti gue ceritain kalau udah balik Jakarta. Thank you infonya ‘Ric. Gue offline ya. Bye.”
Klik.

Aku percaya dengan keterangan dari Eric, tapi aku masih penasaran. Beneran nggak, Andhika dan Alex orang yang sama. Aku memutuskan untuk mencari di internet lagi, kali ini keywordnya ‘Alex + teman kencan berbayar’. Hasil yang keluar membuatku nyaris berteriak kaget, karena aku mengenali wajah yang ada di foto-foto tersebut. Ya, itu foto-foto Andhika. Syukurlah, fotonya pose wajar semua, tidak ada yang aneh. Lalu aku mencari nomor kontak atau email untuk menghubunginya, tidak ada. Sepertinya dia eksklusif, hanya orang tertentu yang bisa mendapatkan nomor kontaknya. Dan aku pun bertanya dalam hati, apakah Rangga termasuk kliennya? Aku menghela napas dan menutup wajahku dengan tangan, harusnya aku tidak usah mencarinya atau bertanya kepada Eric. Syit. Aku harus tidur, siang nanti masih ada pekerjaan liputan jalan-jalan sekitar Semarang dan liputan konser di malam hari.

Aku baru bisa tidur jam 4.30 dan bangun jam 8 dengan kepala sakit. Langsung kuguyur badanku dengan air shower dan aku merasa sakit kepalaku agak berkurang setelah mandi. Aku memutuskan untuk sarapan di restoran hotel dan langsung berangkat putar-putar kota. Spot-spot yang ingin aku liput sudah kusiapkan di aplikasi itinerari di hpku, demikian juga dengan peta jalan yang harus aku lalui. Selesai sarapan aku ke melapor ke resepsionis untuk menitipkan kunci kamar dan konfirmasi penyewaan motor. Tidak berapa lama akupun sudah melaju di atas sepeda motor, membelah kota Semarang yang sekarang ramai sekali.

***

Minggu sore. Semua spot yang ingin aku masukkan dalam laporanku sudah aku kunjungi. Sekarang aku menuju ke spot terakhir hari ini, yaitu arena konser JKT49. Sampai di arena konser sekitar jam 3 sore dan fans mereka yang banyak banget itu sudah mengantri di depan pintu gerbang yang baru akan dibuka jam 5. Luar biasa. Aku segera memarkir motorku di tempat parkir, yang itu pun sudah harus berjalan agak jauh dari area konser. Kembali ke arena, aku segera melapor ke sekuriti konser dan menunjukkan pass reporter yang kudapat dari Herman dan Rangga. Ha, enaknya jadi reporter adalah aku bisa masuk duluan ke dalam hall, dan dapat tempat duduk khusus untuk reporter. Ooops…area kumpul reporter juga ternyata sudah penuh, aku segera bergabung dengan mereka.

Hampir jam 9 ketika akhirnya konser selesai. Aku baru bisa keluar dari arena sekitar jam 10. Perutku lapar, aku memutuskan untuk makan dulu di warung kaki lima pinggir jalan dan baru pulang ke hotel setelah perutku terisi. Sampai hotel jam 12 kurang, aku segera mengembalikan kunci motor ke resepsionis dan membayar sewanya. Aku ingin minum dulu sebelum menulis laporanku.

Sampai di meja bar aku segera memesan segelas minuman kepada bartender. Sambil menunggu, aku mengedarkan pandanganku ke seluruh area bar. Mataku tertumbuk pada sosok di samping kananku, yang terpisah sekitar 4 kursi dariku. Andhika? Dia sendirian, melamun memandangi gelas minumannya. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dari samping, tapi aku tahu itu dia. Begitu minumanku datang, aku segera mengambilnya dan pindah ke kursi tepat di samping Andhika.
“Selamat malam, eh…pagi. Kita ketemu lagi, Andhika.”

Dia menoleh ke arahku, wajahnya kelihatan kaget. Aku tersenyum,
“Masih ingat aku? Yang di kereta kemarin siang?”
Dia balas tersenyum,
“Aaaah…Raditya?”
“Fiuh, kupikir kamu sudah lupa.”
Dia nyengir,
“Orang yang banyak bicara sepertimu, agak susah dilupakan.”
Aku tertawa. Lalu menyentuhkan gelasku ke gelasnya,
“Cheers. Kita minum berdua malam ini. Kamu sendirian kan?”
Wajahnya berubah menjadi muram. Apakah dia memikirkan Rangga, yang kemarin bersamanya?

Keinginanku untuk mencari tahu tentangnya muncul lagi.
“Wajahmu muram. Ada yang kau pikirkan?”
Dia menggeleng lalu menyesap minumannya. Bukan aku kalau aku berhenti menanyainya,
“Kamu memikirkan dia? Rangga?”
Dia terkejut, lalu memandangku dengan tajam,
“Kamu…kenapa kamu bisa tahu Rangga? Kamu kenal dia?”
“Kemarin sore aku ketemu dia di meet n greet JKT49, dia manajer tur mereka kan? Dan malamnya, aku melihat dia di bar ini, bersama kamu”, aku menjawabnya dengan jujur.
“Kalian…pacaran?”, tanyaku lagi.
Dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya terus memandangi gelasnya. Aku masih penasaran dengan hubungan mereka,
“Atau…dia adalah salah satu klienmu, Dhika? Oh bukan, Alex?”
Gelasnya terguling dan menumpahkan isinya.

Aku segera memanggil bartender untuk minta tolong mengganti minumnya dan meminta lap meja. Aku mengelap bagian meja yang basah, karena dia terdiam kaku di kursinya, hanya menatap dengan pandangan kosong ke arah meja. Bartender menaruh minuman yang baru di meja,
“Ini…minumlah dulu. Setelah itu kau harus menjawab pertanyaan yang tadi”, aku menyodorkan gelas ke arahnya. Dia meminumnya dalam sekali tenggak, lalu mulai berkata,
“Rangga bukan klienku, dia juga bukan kekasihku, tapi aku sangat mencintai dia. Sekarang jawab pertanyaanku, darimana kau tahu nama bisnisku? Kau mengenaliku sebagai Alex sejak di kereta?”

Ada sedikit rasa lega mengetahui Rangga bukan kliennya dan bukan pula kekasihnya. Kalau dia sangat mencintainya, itu artinya dia bertepuk sebelah tangan kan? Masih bisa berubah kalau Rangga tidak mencintainya. Tapi kalau Rangga tidak mencintainya, kenapa Rangga menghabiskan waktu bersamanya? Aku larut dalam pikiranku sendiri, tiba-tiba dia menyentuh tanganku,
“Kau belum menjawab pertanyaanku.”
“Oh…eh…aku benar-benar baru mengenalmu kemarin di kereta. Setelah melihatmu lagi di sini bersama Rangga, aku penasaran dan mencari info tentangmu”, aku menjawab sambil memandangnya lekat-lekat.
Aku meneruskan perkataanku, “Info kau sebagai Alex, baru aku dapatkan Minggu dinihari lewat Eric, bartender Queer. Kau pasti kenal dia.”
Dia terkejut mendengar aku menyebut nama Eric,
“Eric’s Queer? Kau sering ke sana?”
Aku mengangguk.
“Apa kita ada di dalam lingkaran yang sama?”, tanyanya.
“Maksudmu aku gay?”
Dia mengangguk dan aku menjawabnya,
“Ya. Aku gay.”

Setelah itu kami sama-sama diam untuk waktu yang cukup lama. Dia kembali memesan minuman. Lalu aku memutuskan untuk bertanya lagi,
“Kau mencintai Rangga? Apa dia juga mencintaimu? Apa dia tahu kalau kau berbisnis kencan bayaran sebagai Alex?”
Dia tertawa, lalu menenggak minumannya,
“Seperti biasa ya, pertanyaanmu banyak. Well, aku memang mencintai dia tapi bertepuk sebelah tangan. Dia tidak mencintaiku, dia sudah punya kekasih. Perempuan. Dia…sering minta untuk bertemu secara mendadak. Kalau aku sedang tidak ada klien, aku langsung menemuinya. Seperti kemarin.”
Dia menunduk, lalu meneruskan,
“Dia tidak tahu bisnisku sebagai Alex. Dia hanya mengenalku sebagai Andhika, teman masa kecilnya.”

Aku terdiam mendengar penjelasannya. Tiba-tiba aku ingin memilikinya, ingin mencintainya. Rangga tidak pantas memilikinya, meskipun mereka adalah teman masa kecil. Dia tidak akan membalas cintanya sampai kapanpun. Dia lebih memilih perempuan. Aku menarik napas panjang, lalu berkata,
“Kencanlah denganku, bukan sebagai Alex, tapi sebagai Andhika.”
Dia menjawabku dengan tegas,
“Aku menolak.”
“Kenapa?”
“Aku kan, sudah bilang kalau aku mencintai Rangga.”
“Dia tidak mencintaimu. Mungkin tidak akan bisa mencintaimu. Dia memilih perempuan sebagai pasangannya kan? Sementara aku, akan mencintaimu.”
“Aku tetap menolak.”
“Kalau begitu, akan kukatakan kepada Rangga tentangmu sebagai Alex, dan bisnismu.”
“Kau mengancamku?”
“Aku serius.”
Dia diam. Lalu tiba-tiba,
“Di mana kamarmu?”

Aku membuka pintu kamarku, dan menyilakan Andhika untuk masuk. Kukunci pintu kamar, lalu kuletakkan tas kameraku di meja. Aku baru mau menuju ke toilet ketika dia tiba-tiba mendorongku dan memaksaku untuk berbaring di tempat tidurku. Aku tertawa,
“Langsung berbisnis, huh? Biarkan aku ke toilet dulu, aku sudah menahan pipis sedari tadi.”
“Screw you!”, umpatnya.
Aku pun terbahak dan menuju toilet untuk buang air kecil.

Ketika aku membuka pintu toilet, dia sudah menunggu di luar,
“Beneran pipis? Kupikir kau sudah nggak tahan dan mengeluarkannya di toilet.”
Di luar dugaan, lidahnya tajam juga. Demikian juga dengan tangannya, yang bergerak cepat menarik kerah bajuku, mendekatkan wajahku ke wajahnya, dan dia berbisik,
“Let’s start our business. The sooner the better.”
Aku terkekeh,
“Can i kiss you? Atau ciuman tidak termasuk dalam bisnis?”
Dia tersenyum sinis, mencium bibirku sambil mendorong tubuhku sekali lagi ke tempat tidur.
“Ada charge tambahan untuk ciuman lho. Kuhitung per ciuman.”
Aku tertawa terbahak mendengarnya,
“Bisnis denganmu pasti mahal.”
“Just shut up!”
Dan dia pun mulai beraksi.

Sesuai yang dikatakan Eric, servisnya memang jempolan. Aku mengakuinya. Dari semua teman kencanku, blowjob yang dilakukannya luar biasa. Dan malam ini yang terbaik adalah dia yang mengendalikan semua permainan. He’s riding me. Syit. Aku tidak tahu lagi, sudah berapa kali aku ejakulasi. Sampai-sampai aku merasa aku tidak akan bisa masturbasi untuk beberapa hari ke depan, karena sudah dihabiskan malam ini. Setelah beberapa kali menaikiku, dia akhirnya terbaring di dadaku. Aku memeluknya, dan kami pun tertidur.

***

Senin pagi. Aku terbangun karena merasakan dia tidak lagi ada di pelukanku. Samar-samar aku melihat seseorang sedang berpakaian, dan ketika mataku sudah terbuka sepenuhnya, dia sudah siap untuk pergi.
“Kau mau ke mana?”
“Tentu saja pulang. Pesawatku jam 10. Aku harus ke hotelku mengambil barang-barang dulu.”
“Bisakah kita bertemu lagi? Antara Raditya dan Andhika? Bukan dengan Alex.”
Dia tersenyum,
“Aku tidak ingin berbisnis denganmu lagi”, lalu dia mencium kedua pipiku,
“Selamat tinggal, Raditya.”
Dia pun keluar dari kamarku, meninggalkanku di tempat tidur, sendirian. Tiba-tiba aku teringat lagu Cinta Satu Malam,

Cinta satu malam, oh indahnya…
Cinta satu malam, buatku melayang…

Aku tersenyum, benar-benar cinta satu malam ini namanya. Entah kapan aku bisa bertemu lagi dengannya. Atau nanti di Jakarta aku harus minta belas kasihan Eric lagi untuk mendapatkan nomor kontaknya. Aku bangun dari tempat tidur, menuju kamar mandi, dan mengguyur kepala dan badanku. Selesai mandi, aku mulai membereskan bawaanku dan bersiap untuk check-out dari hotel. Aku berjalan ke meja untuk mengambil tas kameraku. Tiba-tiba pandanganku tertumbuk pada sehelai kertas berlogo hotel yang terletak di bawah asbak. Di sana tertulis,

Andhika
0855-0126-1986

Holy shit! Sepertinya cintaku tidak akan menjadi cinta satu malam.

-selesai-

Have a nice day!

Natsu

17 pemikiran pada “Cinta Satu Malam

  1. Isshh radit maksa… hahaha tapi si dhika nurut bener ya… mauuk lanjutannya pas ketemu lagi dijkarta hohohoho *nagih*

    eniweeii liat nama raditya dhika kayak penulis novel kambing jantan hahahaha….

    Suka

    • T___T
      Moga-moga dapet ide cerita terusannya.

      Btw, ini nama anak tetangganya Natsu XD. Si kakak namanya Radit, si adek namanya Dhika. Waktu bayik Dhika masik mau digendong Natsu, sekarang udah nggak mau. Natsu cediiih… Hahaha ~*

      Suka

  2. aduhh…. berapa kali tuch rondenya…??!!!!!

    Rangga demi cintanya sampe pakai cara ngancam jg tp akhirnya Aditya nya malah lanjut~~~~

    saya sukaaaa…….
    makasih buat ff nya….. *muachhh

    Suka

  3. Semoga ada lanjutannya, sukaa bgt..

    Jujur aku fikir jiwa fujosi aku akan kumat klo gay couplenya dri thailand aja, krn aku smpet nnton bbrapa dri luar thailand dan aku ilfeel.. Apa lgi klo gay couplenya indonesia, aku gk bisa bayanginnya, aku gk dapet kesan manisnya..

    Tapi aku coba2 cari2 story gay couple indonesia, sampai ketemu story chapter bianglala satu warna.. Dan aku suka suka bngt, sekarg aku mengakui gk perduli gay couple itu dri mana, jiwa fujosi aku sudah menjalar.. Oh my gay.. I’m sorry GOD T.T

    Suka

    • Semoga ya Rika-chaaan…

      Natsu malah lebih parah, tadinya nggak mau kalau bukan versi 2D atau manga. Natsu sayang anime/manga. Sekarang sudah lumayan, keracunan sama temen2 yang lain. Gay couple Indonesia? Natsu cuma tahu 2 couple di twitter, yang satu masih couple, yang satu nggak tau masih atau nggak. Hehehe…XD

      Suka

      • Oya, share dong gay couple indonesia siapa aja?#kepo tingkat dewa 😀

        Rika taunya Mario x johan, katanya sih dri storynya mreka tuh real, tp gk tau juga..hehe

        Sulit memang bwt gay couple bisa happy ending, ap lgi d negara ini, apa lg klo agamanya islam, gk mngkin kn ad penghulu yg mau nikahin wlwpun nikahnya d belanda..hehe tpi aku sndiri berharap mreka yg pnya ketulusan bisa trus bersama selamanyaa..hehe

        Suka

      • Kalau di twitter, Natsu ngertinya Alexander Thian (aMrazing) x Giantara (omAbdi), sama Yohsandy x Wisnude. Couple pertama masih sampai sekarang, yang kedua Natsu nggak tau lagi, udah nggak follow 🙂

        Hahaha, jelas. Iya, pokoknya wish them all the best ya.

        Suka

      • Wih ternyata pada ngerumpiin couple indo hehe sekarang sih belum ada yg sy ikutin ya tapi klau storynya saya suka bgt sama cerita secangkir kopi ama lelaki terindah (o^^o)♪
        Bianglala satu warna baru denger mau cari aaah thanks infonya ♥

        Suka

  4. Cerita secangkir kopi aku cari gk ad yg lengkap ceritanya..

    Iya bianglala satu warna aku suka bngt, krn ceritanya natural bngt, mario si brondong kinyis-kinyis yg bisa membelokan johan guru pengganti lesnya yg amat sangat lurus, alim, tipe idaman semua wanita..ahay :D, dan ternyata yg bwy mario dan johan nisa jadian itu di mentori shabatnya johan sendiri yg seorg fujosi..hahaha

    Suka

Tinggalkan komentar